PERBANDINGAN KEBIJAKAN DESENTRALISASI DI BEBERAPA NEGARA ASIA TENGGARA





Abstract
This is a study on development of decentralization politics in some Asian countries, Malaysia, Thailand, the Philippines and Indonesia. It seems that some factors like local government, participating of people and nongovernment sector are really needed to develop their regencies or local development.
Keywords: Decentralization Policy, Comparative Policy, South East Asia Countries

Abstrak
Ini adalah sebuah penelitian pada perkembangan desentralisasi politik di beberapa Negara Asia, Malaysia, Thailand, Philipina dan Indonesia. Itu terjadi karena beberapa factor seperti pemerintahan local, partisipasi dari masyarkat dan sektor LSM yang sangat dibutuhkan untuk perkembangan daerah mereka atau perkembangan lokal.
Kata Kunci: Kebijakan Desentralisasi, Kebijakan Komperatif, Negara-negara Asia Tenggara.



PENDAHULUAN

Kebijakan desentralisasi telah banyak dilakukan di beberapa negara seperti negara Asia Timur, yaitu Korea, Jepang dan Cina serta negara-negara Asean seperti Indonesia, Malaysia, Thailand dan Philipina ini terlihat negara- negara tersebut telah sejak lama memulai usaha-usaha meningkatkan peranan pemerintah daerah dalam pembangunan daerah yang melibatkan pemerintah daerah, partisipasi penduduk lokal dan sektor swasta. Ketiga unsur tersebut mempunyai peran yang sangat penting dalam apa yang disebut era desentralisasi yang diberikan oleh pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Tulisan ini ditujukan bagi para pengamat dan mahasiswa yang ingin mempelajari sistem pemerintahan negara lain, dalam hal ini beberapa Negara Asean dan Asia Timur. Perbandingan yang disusun melihat dari perkembangan sumber pendapatan asli daerah, sistem pemeliharaan struktur dan p artisipasi masyarakat di empat negara tersebut.
Perkembangan Pemerintahan Daerah Sejak Kemerdekaan Ditinjau dari perkembangan sejarah, Indonesia, Malaysia, Philipina dan Thailand memiliki latar belakang yang berbeda-beda. Indonesia yang telah dijajah Belanda selama 350 tahun telah mengadopsi sistem pemerintahan daerah dari negara tersebut. Sementara Malaysia yang dijajah Inggris menerapkan system pemerintahan daerah dari Inggris. Sedangkan Philipina telah dijajah oleh Spanyol dan kemudian Amerika Serikat banyak mengam bil alih pengalaman dari kedua negara itu, dan terutama dari Amerika Serikat. Thailand yang tidak pernah dijajah, banyak terpengaruh oleh sistem pemerintahan daerah baik dari Eropa maupun Amerika Serikat.
Di Indonesia proses desentralisasi sudah dimulai sejak tahun 1903, ketika Pemerintah Belanda mengeluarkan suatu undang-undang Desentralisasi yang disebut dengan “Decentralizatie Wet”, di mana daerah dibagi -bagi menjadi Karesidenan dan Kota (Gementee) . Kemudian pada tahun 1922, Pemerintah Hindia Belanda berusaha menyempurnakan pemerintahan daerah dengan mengeluarkan Undang- undang Restrukturisasi Administrasi, di mana gementee dibagi menja di Kota dan Kabupaten. Pemerintah penjajah kemudian mengeluarkan Ordonansi pemerintahan Propinsi di Jawa yaitu tahun 1925 pembentukan Propinsi Jawa Barat, 1927 Propinsi Jawa Timur dan 1929 Propinsi Jawa Tengah. Undang-undang Nomor 264 tahun 1937, mengatur derah-daerah otonom di luar Jawa.
Setelah bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945, undang-undang pertama yang dibuat adalah Undang-Undang Pemerintahan Daerah (UU No. 1 tahun 1945 tentang Tugas - Tugas Komite Daerah Nasional) dimana daerah dibagi tiga yaitu Karesidenan, Kotamadya dan Kabupaten. Pada tahun 1948, UU No. 1 tahun 1945 digantikan oleh UU No. 22 Tahun 1948 yang memiliki 5 (lima) butir penting yaitu: (1) Dasar implementasi desentralisasi sebagai suatu alat untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan sosial bagi rakyat di daerah-daerah; (2) Pembentukan tiga tingkat pemerintahan daerah otonom: Propinsi (Tk.I), Kabupaten dan Kotamadya (Tk.II), dan Desa, Kota Kecil, Nagari, dan lain – lain (Tk.III); (3) Memodernisasi pemerintahan desa; (4) Menghapuskan dualisme dalam pemerintahan daerah; (5) Membentuk daerah- daerah istimewa.
Kemudian pada tahun 1950, ketika Indonesia berubah menjadi Republik Indonesia Serikat, pemerintah mengeluarkan Undang - Undang No. 44 Tahun 1950, di mana Pemerintah Daerah dibagi menjadi tiga tingkat: Propinsi (Tk. I), Kabupaten dan Kotamadya (Tk.II) dan Desa/Kelurahan (Tk. III). Sejak itu hingg tahun 1974 baru muncul lagi UU No. 5 Tahun 1974 tentang Pemerintahan Daerah yang Peraturan Pemerintahannya dikeluarkan setelah menunggu 18 tahun yaitu PP No. 45 Tahun 1992, Kemudian pemerintah mengeluarkan lagi UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian diganti dengan UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Sementara itu Malaysia, yang mendapat kemerdekaan dari Inggris menganut sistem pemerintahan daerah dan negara tersebut secara perlahan-lahan mengembangkan sistem pemerintahan daerahnya yang disesuaikan dengan kondisi sosial dan budaya setempat. Ciri-ciri dari undang-undang pemerintah daerah Malaysia mencerminkan suatu lingkungan sosio-ekonomi dan politik nasional bangsa Malaysia; yang merupakan bangsa Federal terdiri dari 9 Kesultanan dan 3 propinsi (Penang, Sabah dan Sarawak). Pemerintah Daerah di Negara ini mengalami perkembangan yang tidak menggembirakan. Pernah Pemerintah Malaysia mencoba menerapkan pemerintah daerah perwakilan, dimana dewan daerah dipilih, tetapi kemudian karena daerah dianggap belum cukup dewasa untuk suatu proses demokrasi, sistem pemerintah daerah perwakilan tersebut dihentikan dan para pemimpinnya ditunjuk oleh Pemerintah Negara bagian.
Di Philipina, perkembangan pemerintahan daerah menuju kepada proses desentralisasi politik (devolusi) terjadi karena tuntutan daerah untuk mengurus rumah tangganya sendiri. Bab 10 dari Konstitusi Negara menyatakan bahwa kongres akan membuat suatu undang-undang pemerintah daerah yang akan memberikan struktur pemda yang lebih responsif dan akuntabel yang dibuat melalui suatu sistem desentralisasi dengan mekanisme yang efektif atas recall, inisiatif dan referendum, melimpahkan kekuasaan tanggung jawab atas dana dan sumber daya kepada pemerintah daerah dan menyediakan segala sesuatu dengan organisasi dan operasi pemda. Sejak tahun 1992, pemerintah daerah Philipina telah menikmati Undang-Undang Pemerintahan Daerah.
Sementara itu perkembangan pemerintahan daerah di Thailand, yang merupakan satu-satunya negara di Asia Tenggara yang tidak mendapatkan kemerdekaannya dari tangan penjajah, sesuai dengan perkembangan pemerintah yang menganut sistem monarki absolut. Sejak itu Thailand telah melaksanakan sistem pemerintah daerah selama 70 tahun dengan mengambil contoh - contoh dari negara-negara Eropa, dimana keluarga kerajaan banyak belajar dan mengadopsinya melalui pembuatan konstitusi yang dapat diterima oleh rakyat Thailand. Selama ini Thailand telah 16 kali merobah konstitusinya dan terakhir konstitusi baru telah dibuat pada tahun 1998, di mana banyak hal-hal yang mengatur pemerintah daerah. Sumber-sumber Pendapatan Bagi Pemerintah Daerah Desentralisasi tanpa diikuti dengan suatu kebijakan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, pasti akan gagal. Daerah sangat membutuhkan dana sehingga dapat mengelola rumah tangganya dengan baik. Secara tradisional, keempat negara : Indonesia, Malaysia, Philipina dan Thailand, pada umumnya memiliki sumber pendapatan yang sama seperti pajak local (property, hotel dan restoran serta pajak hiburan), retribusi, perijinan dan pendapatan dari badan usaha milik daerah (BUMD).
Bagi Pemerintah Daerah di Indonesia, dengan dike luarkannya Undang-undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, diharapkan dapat memperoleh pendapatan yang jauh lebih besar dibandingkan dengan periode sebelumnya. Dalam UU No. 32 Tahun 2004, sumber pendapatan daerah dapat dirinc i sebagai berikut :
1. Hasil pajak daerah;
2. Hasil retribusi daerah;
3. Hasil perusahaan milik daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan;
4. Lain-lain pendapat asli daerah yang sah.
Sementara itu pemerintah daerah di Malaysia menyandarkan sumber pendapatannya dari sumber tradisional dan subsidi dari pemerintah Negara bagian. Beberapa pemerintah daerah menerima dana bantuan dari tarif bea. Sumber lain yang dapat diterima oleh daerah dari denda -denda (hal ini karena penerapan enforcement yang sangat tegas), obat -obatan dan keuntungan. Pemerintah daerah di Philipina menerima jatah (allotment) dari andil pendapatan internal melalui pengumpulan pajak lokal, andil dari kekayaan pemerintah pusat, andil dari keuntungan yang diperoleh dari perusahaan milik negara, pinjaman, surat obligasi, surat hutang dan lain-lain.
Sedangkan di Thailand pemerintah daerah di samping mendapatkan dananya dari sumber-sumber tradisional, seperti yang disebutkan di atas, juga mendapatkan bantuan keuangan dari Pemerintah Pusat dalam bentuk grant, sumbangan, subsidi dan perijinan tanah (locus). Pemerintah Daerah Ditinjau dari Kerangka Perundang-undangan Seperti telah disebutkan di atas, Pemerintah Daerah di empat negara Asia Tenggara ini berkembang sesuai dengan perkembangan perundang-undangan dari masing-masing negara itu. Indonesia, misalnya UU No. 5 Tahun 1974, menyatakan bahwa otonomi daerah ditekankan sebagai otonomi yang bertanggung jawab, dan memprioritaskan keharmonisan dan demokrasi, yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas dalam memberikan pelayanan umum dan menjaga kestabilan politik dan integritas bangsa. Tiga prinsip dasar desentralisasi yang diterapkan adalah desentralisasi politik (devolusi), dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Dengan digantinya U U No. 5 Tahun 1974 dengan UU No. 22 T ahun 1999 dan kemudian diganti dengan UU No. 32 Tahun 2004, daerah dapat dikatakan mendapatkan otonomi penuh dalam arti daerah dapat mengelola segala urusan, kecuali urusan pertahanan dan keamanan, luar negeri, moneter, peradilan, agama dan urusan- urusan lain yang masih membutuhkan penanganan pemerintah pusat.
Sedang dekonsentrasi hanya diserahkan kepada pemerintah propinsi, dan tugas pembantuan dapat dilakukan oleh setiap pemda yang mendapat tugas dari pemerintah. Sementara itu pemerintah daerah di Malaysia mendasarkan segala kegiatannya pada Undang-Undang Pemerintah Daerah tahun 1976 (Local Government Act. 196), yang mengatur kewenangan, tugas-tugas, tanggung jawab dan fungsi pemerintah daerah. Sedangkan pemerintah daerah di Philipina mendasarkan pada undang-undang Pemerintah Daerah tahun 1991 (Local Government Code, 1991). Undang-undang ini sangat komprehensif, menyentuh mulai dari struktur, fungsi dan kewenangan termasuk perpajakan dan hubungan antar pemerintahan.
Di Thailand, pemerintah daerah baru saja melaksanakan undang-undang yang baru, setelah lama sekali mendasarkan pada Undang - undang Pemerintahan tahun 1993 (Publik Administration Act. 1993 ) yang memberikan dasar pemerintahan di daerah. Di dalam undang-undang te rsebut, Pemerintah Daerah hanya berfungsi sebagai pelaksana saja. Segala sesuatu diputuskan dari Bangkok. Tetapi setelah konstitusi baru dibuat dan dilaksanakan sejak tahun 1998, peranan pemerintah daerah semakin jelas. Pemerintah pusat di Bangkok mulai memberikan beberapa kewenangan kepada pemerintah daerah seperti di bidang pengumpulan pajak dan retribusi.
Struktur Pemerintahan Daerah Sistem pemerintahan daerah di empat negara Asean tersebut di atas mempunyai latar belakang sejarah yang berbeda, tetapi pada umumnya memiliki peranan pada tingkat bawah, yaitu bahwa semua pemerintah daerah mempunyai hubungan yang sangat erat dengan pemerintah tingkat yang lebih tinggi baik pemerintah propinsi maupun negara bagian, atau ke pemerintah pusat. Biasanya tingkat y ang lebih tinggi mempunyai pengaruh yang besar tentang pemerintah lokal.
Dilihat dari struktur pemerintahan masing- masing negara, kita dapat melihat perbedaan-perbedaan dan persamaan-persamaan. Dari struktur pemerintahan di Indonesia, ada lima lembaga tinggi n egara yaitu MPR, DPR, Presiden, MA dan BPK. Presiden merupakan jabatan eksekutif tertinggi, di samping itu MPR dan DPR merupakan lembaga legislatif. Presiden dan anggota legislatif dipilih secara langsung oleh rakyat lewat Pemilihan Umum. Presiden dibantu oleh para menteri. Pemerintah daerah dibagi menjadi Pemerintah Daerah Propinsi dipimpin oleh Gubernur dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota yang dipimpin oleh Bupati/Walikota. Di bawah Kabupaten/Kota terdapat Kecamatan dan Pemerintah Daerah paling bawah adalah Desa/Kelurahan. Sementara itu di tingkat daerah (propinsi dan kabupaten/kota), kemente rian sektoral mempunyai kantor-kantor wilayah, yang dalam UU No. 34 Tahun 2004 semua dihibahkan ke pemerintah daerah.
Struktur Pemerintahan di Malaysia menganut sistem Parlementer dua kamar yang terdiri dari DPK dan Senat. Kabinet merupakan suatu Dewan Menteri yang dipimpin oleh Perdana Menteri dan terdiri dari anggota Parlemen yang ditunjuk Perdana Menteri. Kabinet ini merupakan lembaga eksekutif yang secara kolektif bertanggung jawab kepada Parlemen. Di tingkat Negara Bagian Kesultanan merupakan lembaga tertinggi, yang bertindak sebagai penasehat Dewan Eksekutif Negara Bagian yang diketuai oleh seorang Menteri Besar. Semua Negara bagian mempunyai sistem legislatif satu kamar. Di tingkat lokal dewan distrik dipimpin oleh seorang Walikota atau Presiden Komite yang bertanggung jawab atas segala kegiatan pemerintahan lokal. Kedua pemerintah daerah tersebut berada di bawah kendali pemerintah negara bagian. Dalam sistem federal, seperti yang dianut oleh Malaysia, pejabat distrik merupakan pejabat kunci di dalam sistem pemerintahan daerah. Dewan Kota terdiri dari pejabat sipil negara, seperti perencana kota dan pejabat kesehatan. Di dewan yang lebih mapan, mayoritas dar i mereka dipilih, di lain dewan tetap ditunjuk dari warga setempat dan bukan dipilih. Pejabat Distrik pada banyak kasus merupakan seorang ketua. Pada dekade terakhir (1970 - an) dewan pemerintah dan desa dengan anggota dan ketua yang dipilih telah diterapkan untuk 27 distrik, dewan lokal, dengan anggota dewan dan ketuanya dipilih, telah diberlakukan di 310 kota dan desa, tetapi sejak diberlakukannya Local Government Act tahun 1976, restrukturisasi di pemerintah daerah dilaksanakan dan sejak itu jabatan Walikota ditentukan dan ditunjuk oleh pemerintah pusat, dalam hal ini diwakili oleh Pemerintah Negara Bagian.
Pemerintah Nasional Philipina terdiri dari: cabang eksekutif dipimpin oleh seorang Presiden, cabang legislatif dan cabang peradilan. Cabang eksekutif terdiri dari Menteri Kabinet (cabinet secretaries), birokrasi nasional dan militer. Cabang Legislatif atau Kongres terdiri dari 24 anggota Senat dan 220 anggota DPR. Cabang Peradilan terdiri dari Mahkamah Agung, Court of Appeals. Pengadilan Daerah dan Pengadilan Khusus (Pengadilan anak dan keluarga) sub divisi dan Negara adalah propinsi, Kota Besar, Kota Kecil dan Desa (Barangai). Struktur Pemerintahan Thailand yang menganut sistem Monarki, memiliki parlemen yang terdiri dari dua kamar: DPR (500 anggota) dan Senat (200 anggota dipilih). DPR terdiri dari 100 wakil proposional dari 400 anggota yang dipilih langsung dari 400 konstituen, Pemerintah Pusat (eksekutif) terdiri dari kantor Perdana Menteri, 13 kementrian dan 30 Menteri dalam Kabinet. Gubernur Propinsi, Kepala Distrik dan Sub Distrik bertanggung jawab atas pemerintahan propinsi. Pemerintah Daerah Kota dilaksanakan melalui Bangkok Metropolitan Administration (BMA), kota- kota memerintah daerah pusat perkotaan di propinsi dan Kota Pattaya. Pemeri ntah daerah pedesaan termasuk Organisasi Pemerintahan Propinsi, Organisasi Pemerintahan Tambon dan Organisasi Pemerintahan Sukhapiban.


Daftar Pustaka

Saffell, David C. dan Harry Basehart, 1994, Reading in State and Local Government:
Problem and Prospect, New York: Mc Graw Hill Inc.
Watt. Peter A., 1996, Local Government Principles and Practice, London: Whiterby.
Undang - undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
*Drs. Yanto Supriyatno, M.Si. (Dosen Jurusan Ilmu Pemerintahan, FISIP UNISMA Bekasi)

Komentar

Postingan Populer